Jumat, 14 Mei 2010

Istirahat Yang Benar Dapat Memacu Memori

February 6th, 2010 by yahdillah

Mengambil istirahat sejenak dengan meminum kopi setelah kegiatan, dapat benar-benar membantu kita mengendapkan informasi yang baru kita pelajari

Pertimbangkanlah untuk istirahat setelah Anda mempelajari sesuatu yang baru. Peneliti Amerika menyarankan bahwa mengambil istirahat sejenak atau break, dapat membantu merilekskan otak, memperoleh jeda di antara informasi-informasi baru, dan membantu merendamnya secara lebih baik.

“Mengambil istirahat sejenak dengan meminum kopi setelah kegiatan di kelas, dapat benar-benar membantumu mengendapkan informasi yang baru kau pelajari, ” kata Lila Davachi, seorang asisten profesor di New York University’s (NYU) Department of Psychology and Center for Neural Science.

“Otak Anda menginginkan Anda untuk melupakan tugas-tugas yang lain. Jadi Anda dapat lebih meresapi dengan baik apa yang baru saja Anda pelajari.”

Studi ini adalah kelanjutan dari penelitian sebelumnya yang memperlihatkan bahwa memori dipacu menjelang tidur dengan membiarkan pikiran pergi lewat pengetahuan yang baru diperoleh.

Bagaimanapun, kesimpulan penelitian terkini, menjelaskan bahwa proses yang sama bisa terjadi selama waktu bangun tidur juga.

Detail Studi

Untuk menentukan konsolidasi memori selama masa istirahat, peneliti dari NYU melihat pada dua area otak yang penting dalam meningkatkan memori; area hippocampus dan corticol, kepada 16 partisipan.

Untuk studi ini, peserta diperlihatkan pasangan gambar, termasuk satu wajah manusia dan objek seperti sebuah bola pantai, atau sebuah wajah dan sebuah pemandangan seperti sebuah pantai.

Aktivitas ini diikuti dengan periode-periode pendek dari ‘istirahat secara sadar’. Peserta tidak diberi tahu bahwa memori mereka dalam tes ini akan dites pada waktu selanjutnya.

Mereka diinstruksikan untuk beristirahat ketika sedang sadar dan memikirkan apa saja.

Para peneliti memakai sebuah functional magnetic resonance imaging (fMRI) untuk menentukan aktivitas otak dari peserta-peserta ketika mereka mengerjakan tugas-tugas maupun ketika mereka istirahat.

‘Istirahat secara sadar’ berhubungan dengan aktivitas di area otak pada analisa, area otak yg penting dari para peserta ditemukan sama aktifnya dengan ketika mereka mempelajari tugas.

“Peserta-peserta yang mendapat korelasi yang bagus di antara dua area otak (menjelang tes) mempunyai memori asosiatif yang lebih baik,” kata Davachi. “Mereka mengingat wajah yang hadir bersama obyek (secara lebih baik).”

“Otak Anda bekerja ketika Anda istirahat, jadi istirahat itu penting untuk memori dan fungsi kognitif. Hal ini adalah sesuatu yang kami tidak sukai, khususnya dalam era teknologi informasi saat ini yang meminta kita untuk bekerja dalam waktu yg lama,” tambah Davachi

Para peneliti berharap bahwa studi ini akan membantu pemahaman yg lebih baik tentang mekanisme tertentu seperti mengapa kita cenderung mengingat sedikit hal secara detail dan dalam waktu yg lain kita langsung melupakan hal-hal lainnya. [tdg/dwi]

by: http://www.ilmupsikologi.com/

Ibu: sekolah utama orang-orang sukses

March 13th, 2009 by yahdillah

Bukan cuma surga yang berada di kaki ibu, tetapi juga “sekolah kehidupan”. Jika anda ibu yang sadar fungsi dan perannya…akan merasa menyesal tidak sempat menjadikan buaian anda sebagai sekolah terbaik bagi putra-putri anda. Andakah ibu yang dinantikan jaman edan seperti sekarang ini?

Peran ibu dalam mendidik anak memang lebih besar ketimbang seorang ayah. Riset terbaru di AS menunjukkan anak yang dirawat ayah berusia lebih matang, tidak begitu memiliki otak cemerlang semasa kanak-kanak. Sebaliknya, anak di bawah pangkuan atau didikan ibu yang lebih matang, akan mempunyai otak lebih cemerlang.

Riset ini berdasarkan tes terhadap sejumlah anak atas kemampuan berpikir selama masa kanak-kanak atau menjelang remaja. Kelebihan ibu dalam peran mereka dalam mengurus anak diperlihatkan pada riset ini. Riset ditujukan untuk menguji kemampuan daya ingat, menangkap pelajaran dan konsentrasi.

Tim riset yakin mutasi dalam sperma pria yang terjadi sepanjang waktu kemungkinan menjadi faktor atau penyebab perbedaan tersebut. Menurut para periset dari University of Queensland dalam jurnal PloS Medicine, usia dimana pria dan wanita tengah memiliki anak, mengalami peningkatan atau lebih matang dalam dunia maju.

Namun pengaruh dari peningkatan usia di masa didik anak tersebut memperlihatkan hal lain saat tingkat kesuburan mulai menurun terutama pada pria. Kesuburan pada sperma pria di usia lebih matang membuat kaum Adam kurang bagus dalam mendidik anak di usia itu ketimbang ibu.

Dijelaskan lebih lanjut tim riset, kondisi si ayah seperti ini kemungkinan berkaitan dengan sederet problem kesehatan seperti cacat, neuropsychiatric (berkaitan dengan syaraf), seperti schizophrenia dan gangguan bipolar.

Tim riset menganalisa data 33.437 anak yang lahir antara 1959 dan 1965 di AS. Masing-masing anak diberikan tes fungsi otak pada usia delapan, empat tahun dan tujuh tahun. Tim riset melakukan penelitian ini juga berkaitan dengan faktor sosial-ekonomi seperti pendapatan keluarga dan pendidikan orangtua.

Hasil riset memperlihatkan anak di bawah asuhan seorang ayah berusia lebih matang, memiliki nilai lebih rendah dalam berbagai tes. Sebaliknya anak yang didik seorang ibu berusia lebih matang. Mereka mendapat skor lebih tinggi. Kelebihan ibu yang satu ini, dijelaskan periset, kemungkinan karena faktor lingkungan pula yang membuat anak lebih pandai di bawah asuhan mereka.

Faktor genetik juga menjadi penentu atau kuncinya. Adanya bukti mutasi gen menjadi lebih berkembang dalam sperma pria dalam usia mereka yang lebih matang. Tapi riset sebelumnya memperkIraqan anak di bawah didikan seorang ayah akan lebih baik kehidupannya mengingat biasanya seorang ayah mempunyai pendapatan yang lebih baik. Dengan begitu si anak akan mendapat pelayanan pendidikan dan lainnya yang lebih baik ketimbang di bawah asuhan seorang ibu.

by: http://www.ilmupsikologi.com/

Kepribadian calon pasangan?

March 23rd, 2009 by yahdillah

Saat mencari pasangan, kita cenderung hanya melihat segala sesuatu yang tampak dari luar. Soal penampilan, misalnya, kita ingin pria berkulit putih, jangkung, atau berambut cepak. Bila membahas soal sifat pun, hanyalah yang tampak di permukaan. Misalnya, ramah, senang bercanda, atau perhatian.

Ketika hubungan telah terbina, kita akan menyadari bahwa kepribadian seseorang akan lebih kompleks daripada yang kita bayangkan. Apa yang tampak dari luar tidak menjamin apakah hubungan Anda akan langgeng atau tidak. Akan lebih baik jika Anda mengenali lebih dulu tipe kepribadian Anda dan pasangan.

Helen Fisher, seorang anthropolog yang juga penulis buku Why We Love: the Nature and Chemistry of Romantic Love, mengadakan riset mengenai mengapa kita jatuh cinta dengan orang tertentu, dan bukannya yang lain. Dari penelitian tersebut, Fisher menyimpulkan bahwa pada dasarnya terdapat empat tipe kepribadian: Explorer, Builder, Negotiator, dan Director. Empat gaya kepribadian ini berhubungan dengan substansi kimia dopamin, serotonin, testosteron, serta estrogen dan oxytocin.

Menurut Fisher, “Yang terpenting bukan hanya memahami siapa diri kita, tetapi juga menggunakan siapa diri kita tersebut. Keempat tipe kepribadian ini melakukan kesalahan-kesalahan yang sebenarnya bisa dihindari jika mereka lebih mengenali tipe apakah diri mereka.”

Inilah empat kepribadian menurut Fisher:

1. The Explorer
Tipe pengeksplorasi mengekspresikan aktivitas mereka dalam sistem dopamine. Mereka cenderung mengambil risiko, selalu ingin tahu, kreatif, spontan, energik, antusias, dan optimistik.

Orang dengan tipe Explorer cenderung tertarik dengan orang-orang yang seperti dirinya. Mereka menginginkan seseorang yang energik dan antusias, seorang petualang yang kreatif dan selalu ingin tahu.

Tipe Explorer juga sangat manis dan murah hati. Kebaikan pria Explorer kerap disalahartikan wanita yang menerima kebaikannya, sehingga akhirnya mereka terluka setelah mengetahui bahwa pria Explorer tersebut ternyata sudah menjalin hubungan dengan wanita lain.

2. The Builder
Tipe Builder mengekspresikan diri mereka dengan serotonin. Orang-orang dengan tipe ini tenang, senang bersosialisasi, populer, hati-hati, namun tidak penakut. Mereka sangat baik dalam membangun jaringan, senang bersosialisasi, dan menyukai orang-orang yang setipe dengan mereka. Anda tipe wanita (atau pria) tradisional, konvensional, dimana keluarga sangat penting bagi Anda, dan sering kali relijius.

Tipe Builder cenderung mengikuti aturan dan jadwal, namun sebaiknya Anda lebih berani mengambil risiko untuk urusan kencan. Mereka senang bertemu dengan banyak orang, sehingga Si Dia bisa saja mengajak Anda menemui teman-temannya meskipun sebenarnya Anda hanya ingin menghabiskan waktu berdua.

3. The Director
Tipe The Director mengekpresikan diri dengan testosteron. Pria atau wanita dengan tipe ini senang memimpin, cenderung bertindak sebagai pengambil keputusan, senang berpikir, dan mampu memahami musik dengan baik karena musik sangat struktural. Mereka senang berkompetisi, dan ambisius.

Tipe Director biasanya akan mencari tipe Negotiator, begitu pula sebaliknya. Fisher mengambil contoh Bill dan Hillary Clinton. Hillary adalah tipe pemimpin, pengambil keputusan, dan berpendirian kuat. Ia bukan tipe yang dapat mengambil hati orang seperti suaminya. Hillary terpikat dengan pria yang memiliki sopan-santun, senang berbicara, dan peduli pada orang lain.

Yang perlu diperhatikan, tipe Director sering menganggap bahwa kencan sangat merepotkan. Mereka maunya yang langsung-langsung saja. Mereka sering terlalu cepat membuat keputusan, sehingga jika menyadari ada sesuatu yang tidak beres di tengah-tengah kencan, mereka menjadi sangat kasar. Pria atau wanita dengan tipe ini harus belajar lebih rileks.

4. The Negotiator
Tipe Negotiator, baik pria maupun wanita, dapat sangat ekspresif dalam estrogen. Mereka orang-orang yang sangat fleksibel, imajinatif, dan intuitif. Tipe Negotiator juga mudah setuju dengan pendapat orang lain, baik, sangat peduli dengan perasaan orang lain, sehingga orang lain sering memanfaatkan mereka.

Bila Anda seorang Negotiator, Anda harus lebih yakin dengan pendapat Anda sendiri. Sebab Negotiator umumnya cenderung kompromis dalam segala sesuatu, meskipun pada dasarnya mereka kurang setuju dengan sesuatu hal. Karena itu jika Anda seorang Negotiator, Anda harus cepat sadar dan tidak berpikir berlebihan.

Adakah tipe kepribadian yang tidak cocok untuk tipe kepribadian yang lain?
Dengan mengenali berbagai jenis kepribadian ini, sebenarnya Anda bisa membantu diri sendiri dalam menemukan pria dengan kepribadian yang sesuai untuk Anda. Sebagai contoh, tipe Explorer sangat karismatik dan memikat, sehingga kita cenderung cepat jatuh cinta dengan tipe ini. Lebih baik lakukan pendekatan dengan perlahan, jangan langsung mengambil keputusan untuk melakukan hal-hal yang akan membawa Anda ke masalah.

Meskipun demikian, menurut Fisher sebenarnya tidak ada kombinasi kepribadian yang buruk, selama kita terus berpikir bahwa Si Dia adalah yang terbaik. Anda bisa membina hubungan dengan tipe mana saja, meskipun beberapa pertemuan dua jenis kepribadian dapat menghadapi masalah-masalah yang spesifik.

Jika Anda dan pasangan sama-sama tipe Explorer, maka biasanya Anda tidak akan bertengkar mengenai siapa yang harus mencuci atau menyetrika, karena Anda berdua orang-orang yang fleksibel. Pasangan yang sama-sama tipe Builder akan menciptakan suatu perkawinan yang langgeng, namun mereka akan selalu meributkan bagaimana merapikan kamar tidur yang benar, karena salah satu merasa punya cara yang lebih baik dalam mengerjakan sesuatu.

“Dua orang Explorer tidak akan mengalami hal seperti itu,” ujar Fisher. “Mereka akan mengatakan kepada yang lain, ‘Makan saja dengan cara yang kamu suka.’”

Kombinasi yang sedikit kurang baik adalah dua tipe Director. Mereka sama-sama workaholic sehingga akan kekurangan waktu untuk bersama-sama, dan tak satu pun dari mereka yang punya kemampuan untuk menyenangkan yang lain. Namun, sekali lagi, selama mereka berpikir bahwa pasangannya adalah yang terbaik, mereka pun akan mampu membina hubungan yang awet.

by: http://www.ilmupsikologi.com/

Belum Nikah Sampai 40 Tahun Pertanda Punya Mental Sehat

December 7th, 2009 by yahdillah

Telat nikah hingga jadi “perawan tua” boleh ajdi bukan pertanda kegagalan emosional. Sebab banyak faktor kenapa orang menjadi perwan tua. Ada sebagian orang awam berpendapat bahwa “perawan tua” memiliki masalah dengan emosi, suka pilih-pilih, kurang pergaulan, wanita karir, kena kutukan karena suka menolak, terlalu high standart dan macam-macam. Tentu pendapat itu tidak memiliki dasar yang argumentatif. Masih banyak sebab kenapa seseorang belum juga menikah. Terutama untuk wanita, faktanya komposisi jumlah usia nikah juga mulai timpang, yaitu 1 laki-laki berbbanding 3 perempuan, tentu ini juga bukan alasan untuk poligami apalagi tidak mungkin orang menikah dalam waktu serentak. Oleh karena itu kita perlu melihat sisi lain dari fenomena ini “menunda perkawinan”, atau bisa jadi menunda kebahagiaan?

detik.com melansir hasil penelitian di Villanova, AS, Menurut hasilnya seseorang yang masih melajang hingga umur 40-an tahun selalu mendapat pertanyaan kenapa tidak menikah. Bukannya tak mau menikah, tapi mereka sudah merasa nyaman dengan kesendiriannya. Meski studi sudah membuktikan bahwa menikah baik untuk kesehatan, tapi ada hal lain yang ternyata membuat seseorang betah menjomblo.

Studi terkini di bidang psikologi menunjukkan bahwa orang-orang yang belum menikah hingga umur 40-an tahun ke atas punya kesehatan emosional yang lebih baik dibanding mereka yang sudah menikah.

Studi dilakukan dengan mengambil data 1.500 partisipan lebih berumur 40 hingga 74 tahun dari the National Survey of Midlife Development, Amerika Serikat. Sebanyak 1.486 partisipan sudah menikah sedangkan 105 lainnya belum menikah.

“Hal menarik yang kami temukan disini adalah, mereka yang belum menikah punya sisi psikologis dan kesehatan emosional yang lebih kuat, terutama dalam menghadapi tantangan hidup. Mereka merasa punya kekuatan lebih, tahu caranya mengurus diri sendiri dan bisa mengontrol hidupnya lebih baik dengan status lajang mereka daripada partisipan lain yang seumuran dan sudah menikah,” ujar Jamila Bookwala, profesor psikologi dari Lafayette College, Easton seperti dilansir Healthday, Minggu (6/12/2009).

Peneliti mengukur kekuatan psikologis dan kesehatan emosional partisipan yang belum menikah melalui tiga kriteria yaitu keahlian personal, tingkat fokus dan kecukupan materi. Mereka yang belum menikah biasanya memiliki tingkat pendidikan dan karir yang cukup matang. Keahlian yang mereka punya dirasa cukup untuk mengatasi segala bentuk persoalan hidup, termasuk depresi.

Fokus pada diri sendiri pun menjadi faktor penentu kesehatan mentalnya, dimana fokus mereka yang belum menikah hanya tertuju pada dirinya saja, sehingga beban mentalnya menjadi lebih sedikit. Sedangkan kecukupan materi yang mereka punya bisa mencukupi segala kebutuhannya dan tidak merasa tergantung atau harus menanggung kebutuhan orang lain karena belum memiliki keluarga.

“Studi ini mematahkan mitos yang mengatakan bahwa ada masalah psikologis pada individu yang belum menikah serta mitos yang mengatakan bahwa menikah adalah langkah terbaik yang harus ditempuh setiap orang dalam hidupnya,” ujar Patrick Markey, profesor psikologi dari Villanova University, Villanova.

Meski menikah disebut-sebut sebagai bagian terbaik dalam hidup, tapi ternyata belum tentu bagi sebagian orang. “Mereka justru lebih bahagia karena tidak menikah,” tambah Markey.

Namun studi lebih lanjut dengan jumlah partisipan yang lebih banyak perlu dilakukan lagi mengingat jumlah partisipan dalam studi ini cukup sedikit, yakni sekitar 100 orang lebih.

by :http://www.ilmupsikologi.com/

Telinga Kanan Lebih Mudah Menerima Ucapan Maaf

February 4th, 2010 by yahdillah

Pernahkah Anda kesulitan meminta maaf pada seseorang? Mungkin ada yang salah dengan cara Anda meminta maaf. Menurut peneliti, agar kata maaf lebih diterima oleh seseorang, ucapkanlah ke telinga kanannya.

Peneliti dari the University of Valencia, seperti dilansir Telegraph, Kamis (4/2/2010) mengatakan bahwa ketika sedang marah, telinga kanan akan lebih responsif terhadap suara atau bunyi-bunyian daripada telinga kiri.

Dengan mengatakan maaf ke telinga kanan maka kemungkinan pesan tersebut masuk ke otak akan lebih besar dan membuat kata maaf lebih mudah diterima. Peneliti menyimpulkan hal tersebut setelah melakukan tes pendengaran terhadap 30 partisipan pria yang sedang marah.

Untuk memancing emosi dan kemarahan partisipan, peneliti memberikan bacaan yang menimbulkan emosi dan permusuhan. Peneliti kemudian memonitor detak jantung, tekanan darah dan level hormon testosteron partisipan. Sebuah bunyi atau suara kemudian diperdengarkan pada telinga kanan dan kiri partisipan.

Berdasarkan hasil studi tersebut, ketika sedang marah ternyata partisipan lebih bisa menerima pesan atau bunyi-bunyian dari telinga kanan daripada telinga kiri. Hasil inilah yang kemudian membuat peneliti menyarankan pentingnya meminta maaf lewat telinga kanan.

Bunyi kata maaf yang dimasukkan ke telinga kanan akan memungkinkan pesan ‘maaf’ itu dicerna dan diproses lebih baik dalam otak, terutama otak kiri.

Seperti diketahui, otak kiri berfungsi mengontrol semua aktivitas dan merespons stimulasi anggota tubuh bagian kanan sementara otak kanan justru sebaliknya. Otak kiri juga berfungsi melakukan proses yang berhubungan dengan logika atau pemikiran sehingga bisa menerima pesan dengan lebih rasional.

Penemuan yang dipublikasikan dalam Journal Hormones and Behaviour ini menghasilkan teori baru, yaitu dengan mengarahkan pembicaraan ke telinga kanan, komunikasi akan berjalan lebih baik karena suara yang datang dari telinga kanan akan lebih didengar oleh otak daripada pesan dari telinga kiri.

by: http://www.ilmupsikologi.com/

Penelitian: Uang Bukan Faktor Yang Bisa Bikin Bahagia

February 23rd, 2009 by yahdillah

Penelitian terbaru menununjukkan, menghabiskan uang untuk merasakan suatu pengalaman dapat mendatangkan kebahagiaan

Orang menganggap uang adalah sumber kebahagiaan. Tapi faktanya tidaklah demikian. Sebuah studi terbaru menyatakan100 rb bahwa uang bisa digunakan untuk membeli kebahagiaan, asal yang dibeli adalah pengalaman, bukan barang.

Sekedar hiburan atau menonton teater peneliti bisa membuat merasa lebih bahagia. Demikian penelitian terbaru yang dimuat oleh Los Angeles Times.

Ryan Howell, asisten profesor psikologi dari San Francisco State University, bersama timnya meminta sejumlah orang menuliskan renungan mereka dan menjawab pertanyaan apa saja yang baru mereka beli. Temuan menunjukkan, penggunakan uang secara baik lah yang menimbulkan kebahagiaan.

“Temuan ini mendukung ekstensi teori kebutuhan dasar, yakni pembelian yang bisa memuaskan kebutuhan psikologi akan memproduksi dengan skalanya yang maksimal sensasi hidup yang lebih hidup,” kata Ryan Howell.

Menurut Howell, kelomok yang membelanjakan uang untuk menonton theate, , makan di luar rumah atau menikmati liburan cenderung lebih gembira dibanding mereka yang membeli barangan dan tidak jelas peruntukannya. Ini lantaran mampu memenuhi kebutuhan, terutama kebutuhan bersosialisasi dengan orang lain dan vitalitas. Belum lagi pengalaman yang didapat itu bisa mewarisi kepuasan yang bertahan lama.

“Belanja pengalaman menyediakan modal memori,” kata Howell. “Kita tidak akan bosan dengan kenangan-kenangan indah, beda bila kita belanja barang.”

“Temuan ini mendukung perluasan teori kebutuhan dasar bahwa pembelian yang meningkatkan kepuasan terhadap kebutuhan psikologis akan melahirkan kesejahteraan yang terbesar,” tambah Howell.

Dalam penelitian ini, Howel melibatkan sekitar 154 responden dari usia 24 tahun hingga 5o tahun.

by :http://www.ilmupsikologi.com/

Keshalehan beragama ampuh hadapi stress

March 13th, 2009 by yahdillah

Bila anda sering sujud, itu sama artinya anda sedang mentralisisr muatan-muatan ion berbahaya pada diri anda. Otak orang shaleh (bukan sok shaleh lho!) terpotret lebih tenang…..dan penuh misteri menakjubkan. Apakah itu otak anda?

Otak orang-orang yang relijius terbukti lebih tenang bila menghadapi situasi yang tidak pasti dan memiliki tingkat stres yang lebih rendah saat mengalami kesalahan ketimbang orang-orang yang tidak mempercayai agama. Ini kesimpulan sebuah studi di Kanada yang mempelajari hubungan antara penganut agama dan aktivitas otak.

“Orang-orang relijius atau mereka yang percaya pada Tuhan terbukti memiliki tingkat stres atau kecemasan yang lebih rendah setelah melakukan kesalahan,” ujar Michael Inzlicht, profesor psikologi University of Toronto.

Studi ini melibatkan kelompok kecil orang-orang yang percaya pada Tuhan dan tidak percaya dari berbagai latar belakang agama, termasuk umat Islam, Kristen, Hindu, dan Budha.

Para peserta diminta untuk mengisi kuesioner agama tentang keyakinan mereka terhadap Tuhan dan tingkat keimanan mereka. Lalu, mereka diminta untuk mengerjakan tugas Stroop, sebuah tes psikologi yang mengukur waktu reaksi selama menjalankan berbagai tugas seperti mengenali warna dengan cepat.

Pada tubuh setiap responden dipasang elektroda yang mengukur aktivitas di wilayah otak yang disebut anterior cingulate cortex (ACC). ACC berfungsi untuk mengendalikan emosi dan membantu orang untuk memodifikasi perilaku saat mengalami sebuah kejadian yang memicu kecemasan seperti saat melakukan kesalahan.

“Bagian ini akan terganggu saat Anda melakukan kesalahan atau dihadapkan pada situasi dimana Anda tidak tahu apa yang harus dilakukan,” jelas Inzlicht.

Penelitian menunjukkan aktivitas ACC pada orang yang relijius lebih rendah bila dibandingkan pada mereka yang tidak percaya pada Tuhan. Ini menunjukkan bahwa mereka tidak terlalu cemas saat melakukan kesalahan selama tes.

Semakin kuat tingkat keimanan dan keyakinan pada Tuhan, semakin rendah aktivitas ACC sebagai respons atas kesalahan yang mereka lakukan sendiri.

Ini menunjukkan adanya korelasi antara keyakinan agama dan aktivitas otak. Namun begitu, para ahli masih belum mengetahui alasan yang tepat. Sekalipun peneliti menduga bahwa orang-orang yang relijius memiliki tujuan yang lebih besar ketimbang diri mereka sendiri khususnya kehidupan setelah kematian.

by: http://www.ilmupsikologi.com/